WahanaNews - Simalungun I Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang ramai dikunjungi bukan hanya karena ibu kotanya, Medan, salah satu dari lima kota terbesar di Indonesia, namun juga karena kekentalan adat dan budaya penduduk aslinya. Provinsi yang dihuni oleh berbagai etnis ini tentu saja menarik minat khalayak ramai untuk mengenal adat, budaya, sejarah, serta panorama yang terbentang di sana. Jika berbicara tentang cerita rakyat di Indonesia tentu tidak akan pernah habis untuk dibahas. Salah satu cerita rakyat dari Sumatera Utara berikut sangat terkenal, yaitu Putri Bidadari Si Boru Natumandi Hutabarat.
Sebenarnya banyak sekali versi untuk cerita rakyat ini, belum ada pembenaran mengenai versi mana yang benar atau sesuai dengan kisah yang sudah ada.
Baca Juga:
Sayap PDIP Banteng Muda Indonesia Tolak Bobby Nasution di Pilgub Sumut 2024
Kisah ini adalah legenda masyarakat Batak yang hidup di Tapanuli Utara. Kisah ini sudah berkembang ratusan tahun silam, tentang Si Boru Natumandi atau biasa disebut Si Boru Tumandi. Menurut cerita nenek moyang, Si Boru Tumandi adalah putri dari Raja Hutabarat. Tercatat sekitar abad ke 17 itu terjadi. Dia berparas cantik. Kecantikan itu sangat dikenal pada zamannya. Sayang akhirnya putri itu menjadi siluman. Kisah ini terjadi di sekitar Sungai Situmandi. Di sebelah barat lembah inilah Raja Hutabarat tinggal. Dia bersama putrinya yang elok.
Pada dasarnya, seluruh putri keturunan Hutabarat berparas cantik. Sampai sekarang pun jarang ditemukan boru Hutabarat berparas buruk. Maka legenda ini sangatlah masuk akal, bila boru Tumandi digambarkan sebagai putri yang luar biasa cantiknya. Kecantikan boru Tumandi itu membuat kegoncangan. Para putra Raja pun banyak yang jatuh cinta padanya. Maka Raja Hutabarat membuat bangunan rumah untuk sang putri di tempat yang sangat tinggi. Tangganya terdiri dari pisau panjang yang sangat tajam. Dan putra-putra Raja dari berbagai pelosok negeri yang berhasrat untuk menyunting sang putri jelita ini harus melintasi rintangan itu. Banyak sudah pelamar yang datang. Tapi dia tidak sanggup menaiki tangga pisau itu. Dengan sedih mereka pulang ke negerinya. Ada yang terus bertahan menunggu di bawah rumah sekadar dapat memandang boru Tumandi yang bertenun di atas panggung.
Baca Juga:
100 Anggota DPRD Sumut Terpilih Hasil Rekapitulasi KPU Provinsi
Suatu hari, hari yang ditunggu-tunggu sang Raja tiba. Seorang pelamar sakti datang bersama rombongan. Iring-iringan itu membawa barang bawaan termasuk satu bakul emas murni. Mereka berjalan tidak menginjak tanah. Dan pisau tajam yang menjadi jalan masuk tidak ada artinya bagi mereka. Sang Raja kagum akan kesaktian calon menantunya yang juga sangat rupawan dan gagah perkasa itu. Sang Raja bersuka cita mengumumkan kepada seluruh Raja lainnya bahwa akan segera digelar pesta meriah. Dengan gendang dan tarian selama tujuh hari tujuh malam lamanya, pesta berjalan meriah. Para pengawal sakti dari pihak menantu pun berjaga dengan ketatnya. Tujuh hari berlalu dengan cepatnya, menantu bersama rombongan pamit untuk pulang ke negeri mereka. Rombongan pun dilepas dengan perasaan sedih karena harus berpisah dengan putri satu-satunya. Hari pelepasan telah berlalu, bulan pun berganti.
Suatu hari Raja Hutabarat kedatangan anak menantu bersama seorang cucu mereka. Hati sang Raja sangat senang. Ia menggendong cucunya penuh kasih seperti tidak mau dilepaskan. Namun kunjungan harus berakhir dan ketiga anak beranak ini pulang kembali menuju negerinya. Hati Raja Hutabarat bersama istrinya kembali dipenuhi kesedihan. Mereka merasa tidak sanggup untuk berpisah. Pada tahun kedua perkawinannya, putri yang cantik ini kembali muncul di negeri Hutabarat bersama suaminya dan dua orang anaknya. Mereka datang minta doa berkah dari kedua orang tuanya.
Ibunda boru Tumandi minta sesekali ikut bertandang ke rumah menantunya. Namun berbagai alasan sang menantu itu melakukan penolakan. Ini membuat sang mertua gagal untuk turut serta. Tahun keempat Boru Tumandi datang lagi membawa anak yang sudah menjadi tiga orang. Mereka datang berlima. Mereka semua bersuka cita dan mengadakan pesta yang meriah. Tiba saatnya si Boru Tumandi bersama suami dan tiga anaknya pamit pulang. Berat rasanya untuk berpisah. Namun karena menantunya juga seorang Raja di negerinya, maka itu dia tidak bisa dicegah. Ibunda siboru Tumandi tidak tinggal diam. Kembali ibu ini memohon kepada menantunya untuk turut serta menuju negeri di mana putrinya tinggal. Banyak alasan yang dibuat-buat supaya si ibu tidak mereka pulang ke negerinya.