WahanaNews.co | Ketua Yayasan Aek Sitiotio Nauli, Mayjen TNI Karev Marpaung, memimpin peninjauan lapangan yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan Potensi Wisata Desa Siantar Sititio, Kecamatan Siantar Narumonda, Kabupaten Toba, Sabtu (11/12/2021).
Para ahli seperti Yance Wirtjes, Arkeolog & Antropolog, Dr.Ir. Charloq, M.P.Perencanaan & Pengembangan Wilayah Desa, Abu Yazid, S.P.,M.Stat. Ahli Data, Novalinda,ST, M.Ds dan Fariz Harindra Syam, S.P., M.Si Arsitektur Landscape, serta Sri Shindi Indira, ST., M.Sc., IALI.
Baca Juga:
Kasus Aktif Covid-19 Jadi 47 Orang, Satgas Segera Aktifkan Posko Desa
Menurut Yance Wirtjes, seorang peneliti dari USU di bidang Arkeologi, Antropologi dan Sosiologi, mengatakan Desa Siantar Sitiotio adalah Desa Wisata yang menjanjikan.
“Jadi salah satu upaya yang dilakukan oleh pak Jendral Karev itu adalah mengoptimalkan potensi yang ada di desa wisata aek sitio-tio nauli menjadi wisata sungai, wisata botani dan wisata spritiual di bukit parbiusan, dan formasi batuan geologis yang terdapat di perbukitan ini bahwa ini memang bagian dari kaldera toba karena gak jauh dengan porsea,” kata Yance kepada WahanaNews.co, Sabtu (11/12/2021).
“Jadi kalau misalnya orang naik perahu dari muara sampai kesini, orang bisa melihat wisata sungai yang disuguhkan karya seni batak, kuliner khas batak sambil menikmati kebun raya mini, bisa melihat peninggalan heritage rumah kepala nagari dan sekolah HIS, juga formasi batuan geologis di parbiusan. Jadi ada empat jenis wisata yang bisa ditawarkan,” tutur Yance.
Baca Juga:
Kapolres Toba Rapat Bersama Penanganan Covid-19
Sementara itu, Yance mengatakan tanaman yang cocok dalam botani garden berupa tanaman endemik Toba berupa hariara, pakko, andaliman, anggrek toba, kemiri.
“Disini juga bisa dibuat homestay di rumah adat. Saya berharap dengan adanya desa wisata kita paling tidak bisa memperpanjang durasi kunjungan wisatawan itu rata-rata dua hari lebih lama,” kata Yance.
Lebih jauh dijelaskan Yance, negara lain mampu memanfaatkan peristiwa vulkanik gunung toba. Mengemasi wisata botani menjadi paket wisata eksklusif. Padahal mereka hanya mempunyai 30 cm abu vulkanik dari peristiwa giga tekto vulkanik gunung toba.
“Malaysia langkawi, dan srilanka yang punya hanya 30 cm abu vulkanik di dinding bukitnya itu bisa menjual, mempromosikan paket wisata. Hanya mengandalkan 30 cm lapisan abu vulkanik, sementara kita lokasinya ada di tapak aktivitas vulkanik dengan segudang bukti abu vulkanik, batuan geologi, fosil tumbuhan, fosil hewan tapi tidak memapu menjual dengan paket wisata,” tutur Yance.
Menurutnya, Dewi Asina dapat dikelola dengan metode CRM (Cultural Resources Management) atau manajemen sumber daya budaya.
“Jadi sebenarnya ini bisa kita kembangkan dengan metode CRM (Culture Resources Manajemen) – manajemen sumber daya budaya – jadi bagaimana jejak-jejak gelogis, biologis, budaya yang terekam ini bisa kita kemas dalam paket wisata yang menarik pengunjung,” tambahnya.
Sementara itu, Yance Wirtjes menceritakan sejarah Gunung Toba. Sebuah Gunung berapi raksasa yang beberapakali mengalami letusan. Dahsyatnya, letusan Gunung Toba pernah hampir memusnahkan populasi manusia di bumi.
“Letusan pertama itu terjadi 800.000 tahun lalu itu membentuk kaldera haranggaol. Setelah 400.000 tahun kemudian, meletus lagi membentuk kaldera porsea. Jadi ada dua kaldera, di utara haranggaol di selatan porsea,” tuturnya.
Kemudian 74.000 tahun lalu meletus lagi, letusan yang paling dahsyat paling besar ini menjebol wilayah daratan antara kaldera haranggaol dan porsea. Sehingga terbentuklah kaldera yang besar sekarang kita sebut danau toba.
“Letusan itu disebut giga tekto vulkano. Giga itu raksasa, tekto itu tektonik, vulkano itu vulkanik. Jadi kombinasi gerakan tektonik dengan gerakan vulkanik, terjadi letusan besar. Setelah itu terbentuklah danau, diisi air, dan belum ada kehidupan,” kata Yance menjelaskan.
Selanjutnya, sekitar 33.000 tahun yang lalu ada satu aktivitas tektonik lagi mengangkat dasar danau ke permukaan menjadi daratan SAMOSIR. Dari daratan samosir ini, bagian yang termuda itu terangkat 3000 tahun lalu itulah yang disebut semenanjung TUKTUK.
Peristiwa terbesar letusan itu 74.000 tahun lalu hampir memusnahkan semua kehidupan di muka bumi. Enam tahun bumi tidak mendapat sinar matahari karena atmosfir dipenuhi oleh abu vulkanik, menghalangi sinar matahari.
“Bumi mengalami malam panjang enam tahun nonstop. Tidak ada proses fotosintesis, tumbuh-tumbuhan mati, hewan yang makan tumbuh-tumbuhan itu ikut mati, manusia yang makan hewan dan tumbuhan itu juga ikut mati,” tuturnya.
Dia melanjutkan, dari puluhan juta populasi manusia masa itu hanya tersisa lebih kurang 2000 orang. Mereka berada di padang rumput Afrika. Tepatnya di perbatasan Kenya dengan Tanzania. 2000 orang inilah yang bertahan hidup menanggung kepahitan selama 6 tahun tanpa sinar matahari.
“Ketika matahari mulai bisa menembus lagi ke permukaan bumi maka 2000 orang inilah yang menjadi cikal-bakal seluruh penduduk bumi, yang sudah sebanyak 7 milar hari ini. Itu keturunan langsung dari 2000 orang yang selamat itu,” kata Yance menjelaskan.
Nah, semua peristiwa itu terekam dalam genetik manusia. Jadi peristiwa letusan Toba itu sudah membelokkan arah perkembangan budaya dan evolusi fisik manusia, begitu hebatnya dampak peristiwa itu kepada kehidupan. Dan itu tapaknya terdapat di provinsi kita, Sumatera Utara.
“Bekas-bekas jejaknya baik itu abu vulkanik maupun formasi batuan geologis ataupun fosil tumbuhan, fosil daun, fosil cangkang, kerang, siput, itu masih kita temukan di perbukitan-perbukitan samosir. Sebagai bukti bahwa samosir itu dulu adalah dasar danau yang terangkat akibat peristiwa vulkanik,” kata Yance. (mps)