WahanaNews.co | Waktu adalah konsep yang sederhana sekaligus rumit. Dikatakan sederhana karena semua orang mengucapkan kata "waktu", tetapi rumit, karena banyak sekali tafsiran yang diberikan pada konsep waktu dan maknanya dapat berbeda beda.
Lebih sulit lagi ketika orang diminta mendefinisikan konsep waktu secara akurat. Sampai sekarang, ada beberapa aliran filsafat yang memberikan tafsiran berbeda beda tentang waktu.
Baca Juga:
Antara TB Simatupang, LBP, Maruli Simanjuntak dan Pengabdian Untuk Bangsa
Filsafat Barat menafsirkan waktu seperti lintasan garis lurus, menuju arah tertentu, yang dapat dibedakan secara tegas antara hari ini, dengan kemarin dan esok.
Filsafat Hindu menafsirkan waktu seperti lintasan garis melingkar, titik awal sekaligus menjadi titik akhir, membentuk suatu siklus. Lantas pandangan siapa yang benar?.
Mungkin keduanya benar atau keduanya salah. Sulit menentukan mana yang benar, karena perbedaan tafsiran itu berpangkal pada level filsafat.
Baca Juga:
Koruptor Tangkapan KPK, Terbesar Terkait Proyek Negara
Sementara itu pernyataan pernyataan yang bersifat falsafah sangat sulit diuji secara empirik.
Sains modern mengatakan bahwa waktu itu bersifat relatif. Ketika orang meminta penjelasan pada sains, apa yang dimaksud bahwa waktu itu relatif. Para ahli sains pun kesulitan mendefinisikan konsep waktu sebagai sesuatu yang bersifat relatif.
Sebenarnya pengertian hari ini, esok, tahun depan atau kemarin, tahun lalu tidak ada, itu hanya persepsi manusia, yang kemudian diberi makna tertentu.
Dasar menentukan kriteria pembeda dan penanda waktu juga berbeda beda antara satu orang dengan orang lain.
Sekelompok orang menggunakan lintasan peredaran bulan sebagai instrumen penentu dan pembeda waktu.
Kelompok lain menggunakan pergerakan semu matahari (terbit di timur dan terbenam di barat) sebagai pembeda waktu.
Kesulitan mendefinisikan konsep waktu, bersumber pada keterbatasan vocabulary (perbendaharaan kata). Untuk memberikan penjelasan, ahli sains menggunakan teknik analogi dalam menjelaskan konsep waktu sebagai sesuatu yang bersifat relatif.
Misalkan anda melakukan perjalanan jarak jauh, menumpang kereta api dengan durasi waktu tempuh 6 jam. Di sebelah anda ada penumpang wanita lanjut usia yang cerewet, menyebalkan, maka anda merasa perjalanannya lama sekali.
Jika penumpang di sebelah anda adalah seorang wanita cantik, muda, ramah dan suka tersenyum, maka waktu tempuh 6 jam, terasa sangat singkat. Penjelasan analogi seperti itu membuat orang jadi mengerti konsep waktu bersifat relatif.
Dengan membangun persepsi tentang waktu, orang dapat membuat penanda sekaligus pembeda dan pembabakan dalam waktu. Orang membangun persepsi, ada hari baik, ada hari akhir pekan/hari libur, hari besar, tahun baru.
Menurut sains, tidak ada perbedaan antara satu hari dengan hari lainnya. Persepsi manusia yang membuat seolah olah ada perbedaan antara satu hari dengan hari lain.
Dengan terciptanya pembabakan waktu, orang dapat menciptakan beragam peluang. Orang berlomba lomba berkreasi menciptakan peluang yang menguntungkan dirinya.
Misalnya para pengusaha menggunakan akhir pekan atau akhir bulan sebagai momen pembayaran upah pekerjanya dan akhir atau awal tahun sebagai waktu yang tepat untuk memberikan bonus tahunan kepada pekerjanya.
Pemerintah juga selalu memanfaatkan momen waktu tertentu untuk menaikkan pajak, harga BBM, harga harga berbagai kebutuhan pokok, cukai rokok.
Tidak jarang, peluang itu dieksploitasi secara maksimal, hingga menimbulkan gelombang protes dan demonstrasi besar besaran yang dapat berujung pada tumbangnya suatu rejim pemerintahan.
Ternyata dibalik kesederhanaan dan kerumitan konsep waktu, tersimpan beragam peluang. Peluang tidak pernah menghampiri orang yang tidak mau memperhatikannya.
Orang dituntut untuk waspada, teliti, cermat membaca dan memanfaatkan peluang. Di hari akhir tahun sekaligus di awal tahun, kenali peluang dan manfaatkanlah untuk meningkatkan kualitas hidup anda.
Akhirnya penulis mengucapkan selamat TAHUN BARU,sambutlah momen itu dengan semangat baru, ciptakan kreasi baru, dan peluang baru.
Salam sehat dari Yance di De La Rive Ouest.
Penulis adalah peneliti arkeologi, antropologi dan sosiologi di Universitas Sumatera Utara [mps].