TOBA WAHANANEWS.CO, Setelah menyatakan dukungan ke cagub Bobby Nasution yang dilengkapi dengan baliho, kini Paslon Poltak Sitorus - Anugerah Puriam Naiborhu berada dalam satu spanduk bersama Paslon Edy Rahmayadi - Hasan Basri Sagala.
Melihat fakta ini, sejumlah komentar warga pun mulai bermunculan. Ada yang menyoroti soal etika politik karena disebut Paslon Poltak Sitorus - Anugerah Puriam Naiborhu bermain "dua kaki" jelang pilkada.
Baca Juga:
Anggiat Sinaga, PTPS Agar Dapat Bekerja Secara Profesional
Direktur Suluh Muda Indonesia (SMI) Kristian Redison Simarmata mengutarakan hal tersebut tidak melanggar peraturan pemilu.
"Mengenai bertebarannya spanduk dukungan dari Paslon Poltak Sitorus - Anugerah P Naiborhu yang mendukung kedua Paslon Gubernur Sumatera Utara 2024 secara aturan UU dan Peraturan Penyelenggaraan Pemilu tidak ada yang dilanggar dalam peristiwa itu," ujar Kristian Simarmata, Rabu (30/10/2024).
Menurutnya, Poltak Sitorus mesti loyal kepada partainya, PDI Perjuangan sebagai partai pengusung. Dan, Poltak Sitorus adalah kader PDI Perjuangan.
Baca Juga:
Robin Sianturi: Ajak Warga Taput Tolak Politik Dinasti, Dukung Paslon Bupati dan Wakil Bupati JTP-DENS
"Namun jika bercermin pada status Paslon Poltak Sitorus dan Anugerah P Naiborhu yang di ajukan oleh PDIP secara etika politik normal sudah selayaknya paslon yang bersangkutan loyal pada keputusan Partai pengusungnya apalagi jika yang bersangkutan terdaftar sebagai kader partai pengusungnya," sambungnya.
Ia juga menyoal kepatuhan seorang calon dalam pilkada ini kepada partai pengusungnya.
"Perlu disadari bahwa peran penting partai politik dalam mengusung setiap paslon tentunya terlebih dahulu dititikberatkan kepada kepatuhan pada visi dan misi partai pengusungnya, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan tindakan yang berdampak pada fungsi parpol dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat," terangnya.
Menurutnya, melahirkan politik beretika adalah salah satu bentuk pendidikan politik yang sudah sangat sulit ditemukan dalam beberapa waktu belakangan ini.
"Banyak peserta pemilu atau pilkada hanya berfokus pada politik menang menangan dan meraih suara dengan berbagai cara, tanpa memikirkan dampak lebih jauh terhadap perilaku atau etika yang menjadi cerminan bagi masyarakat," terangnya.
"Proses politik tanpa etika yang berkembang di kalangan pihak pihak yang diajukan atau diusung oleh parpol sudah selayaknya menjadi bahan evaluasi bagi parpol agar kualitas demokrasi dan pemilu tidak semakin memburuk akibat ketidakmampuan pihak yang diusung dalam melaksanakan aturan dan misi parpol," tuturnya.
Menurutnya, hal tersebut menjadi preseden buruk bagi legitimasi parpol memastikan kepatuhan kadernya.
"Apa yang terjadi di Kabupaten Toba bisa menjadi preseden buruk bagi legitimasi Partai Politik dalam memastikan kepatuhan kadernya dalam menjalankan tugas dan kepercayaan yang diberikan, sementara secara UU, Partai Politik adalah tulang punggung proses kaderisasi, rekrutmen dan penyiapan kepemimpinan lokal dan nasional," pungkasnya.
[Redaktur: Tohap Simaremare]