WahanaNews-DanauToba| Para pegiat sosial dan anti korupsi yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pembangunan Toba ikut menyoroti polemik pada proyek pengadaan bibit jagung Rp 6,01 Miliar di Kabupaten Toba tahun 2021.
Sahat Maruli Marbun, SH dari LSM Kebebasan Investigasi dan Gudmen Marpaung dari Jaringan Masyarakat Anti Korupsi bergabung dalam aliansi untuk mengakhiri polemik yang dapat menghambat pembangunan di Kabupaten Toba.
Baca Juga:
Antara TB Simatupang, LBP, Maruli Simanjuntak dan Pengabdian Untuk Bangsa
Singkatnya, Sahat mengatakan pelaksanaan pengadaan bibit jagung bisa ditentukan benar atau salah oleh kejaksaan. Caranya adalah, pihaknya akan segera menyampaikan pengaduan ke kejaksaan.
“Kasus ini jangan menjadi polemik yang dapat mengganggu konsentrasi pembangunan, terlebih pada masa penanganan covid 19 di Kabupaten Toba,” kata sahat kepada WahanaNews, Rabu (27/10/2021).
Sahat mengakui penyebab beredarnya informasi miring di masyarakat Toba adalah minimnya informasi yang diperoleh dari para pejabat di Pemkab Toba. Seperti dialaminya sendiri, lembaganya telah menyurati Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan dan Inspektorat Kabupaten Toba sejak September 2021, tapi tidak ada jawaban yang didapat.
Baca Juga:
Koruptor Tangkapan KPK, Terbesar Terkait Proyek Negara
Tak patah arang, Sahat mengatakan akan menguji persoalan itu di kejaksaan sebagai aparat penegak hukum (APH). Sebagai dasar adalah informasi-informasi yang beredar di masyarakat Toba, data-data dan kajian kita mengenai pengadaan itu dari perencanaan, proses pengadaan, pelaksanaan dan pengawasan.
“Dengan informasi, data dan kajian yang akan kita sampaikan ke Kejaksaan, maka akan terang benderang apakah perencanaan, proses pengadaan, pelaksanaan dan pengawasan pengadaan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Sahat.
Sebagaimana sebelumnya diberitakan WahanaNews, Pengadaan Bibit Jagung Rp 6,01 miliar di Kabupaten Toba melalui Dinas Pertanian dan Perikanan dituduh bermasalah oleh berbagai kalangan. Para pegiat sosial menyebut program itu tidak mempunyai perencanaan yang matang. Seperti dikatakan Biduan Sitorus, awalnya target tanam bibit jagung adalah di tanah bekas panen padi, tapi kemudian berubah dan bisa ditanam sesuai keinginan petani.