DANAUTOBA.WAHANANEWS.CO- Sejumlah warga Amborgang merasa kecewa dengan perlakuan PN Balige yang telah mengeksekusi sejumlah lahan bersetifikat hak milik (SHM). Eksekusi lahan yang berlangsung tanggal 8 Mei 2025. Masyarakat sekitar, lokasi eksekusi lahan tersebut diduga salah objek.
Selain itu, hingga saat ini, masyarakat sekitar juga mendapatkan intimidasi orang tak dikenal (OTK) yang berada di lahan dieksekusi tersebut. Selain perampasan tanah denga dalih putusan pengadilan yang diduga salah objek, masyarakat juga merasa terancam saat berada di lokasi tersebut.
Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Desa Sampuara, Parik, dan Amborgang (Saparang) berunjuk rasa di Mapolres Toba, PN Balige, Kantor Bupati dan DPRD Toba pada Jumat (13/6/2025). Hingga saat ini, dukungan mengalir kepada aliansi tersebut karena dinilai telah mencederai keadilan.
"Setelah unjuk rasa ke Kantor Bupati Toba, kita belum mendapatkan jawaban. Harapan kami, dengan adanya berkantor di desa ini, hal itu akan kami tanyakan juga ke bupati secara langsung.Hingga sekarang, hal itu belum ada jawaban," terang Ketua Aliansi Masyarakat Desa Saparang, Marolop Doloksaribu, Kamis (10/7/2025).
"Sampai sekarang, OTK masih berada di lokasi sekitar yang dieksekusi tersebut. Oleh karena itu, masyarakat sekitar merasa terintimidasi dengan hadirnya OTK tersebut," sambungnya.
Setelah unjuk rasa, mereka tidak mendapatkan jawaban yang jelas terkait lahan yang sudah dieksekusi tersebut baik dari PN Balige, Pemkab Toba dan Polres Toba. Direncanakan, esok, Jumat (11/7/2025), unjuk rasa keduakalinya bakal digelar. Mereka ingin menuntut keadilan dan menyerukan agar alat negara tidak membiarkan mafia tanah berkeliaran dan menyusahkan masyarakat Toba.
"Kesimpulan dari pengadilan tidak ada setelah kita lakukan unjuk rasa," ungkapnya.
Saat ini, lahan seluas 8 hektar tersebut telah dikelola oleh penggugat yang diduga masyarakat sebagai mafia tanah. Kilas balik, masyarakat melihat bagaimana tanah yang sudah bersertifikat pada tahun 2015 tersebut dibuldozer. Sejumlah tanaman yang menjadi penghasilan utama mereka dirusak.
"Saat ini, lahan yang kami duga adalah kawasan eksekusi salah alamat sudah dibuldozer dan diratakan. Untuk masyarakat terdampak, sudah tak berada di lokasi lagi karena sudah digusur. Mereka akhirnya pindah. Ada dua KK yang terusir dari lokasi tersebut," terangnya.
"Ada sekitar 8 hektar lahan yang sudah mendapatkan sertifikat di lokasi tersebut dan tetap dieksekusi Pengadilan Negeri Balige," tuturnya.
Kepala Desa Parik Delima Pasaribu mengatakan, lahan yang dieksekusi tersebut bukan bagian dari desanya. Ia telah menjabat selama 6 tahun sebagai kepala desa tersebut. Artinya, lokasi yang dieksekusi oleh PN Balige tersebut diduga salah alamat.
"Pada saat konstatering, sesuai surat dari Pengadilan Negeri Balige, saya berada di sana dan mengatakan bahwa lokasi yang dieksekusi tersebut bukan di Desa Parik. Alasannya, kami tak pernah dilibatkan baik desa maupun kecamatan terkait lokasi tersebut," tuturnya.
"Pada saat konstatering, itu saya punya alasan mengatakan bahwa lokasi tersebut bukanlah bagian dari Desa Parik. Nah pihak Pemdes Amborgang menyatakan bahwa lokasi tersebut adalah Desa Amborgang, bukan Desa Parik," sambungnya.
Terkait permasalahan tanah ini, Bupati Effendi bakal membuat pertemuan khusus dengan masyarakat pada hari ini, Kamis (10/7/2025). Dalam pertemuan tersebut, ia bakal menyampaikan kepada masyarakat apa saja yang menjadi keputusan Forkopimda terkait permasalahan tersebut.
"Apa yang menjadi keputusan pengadilan, itu tidak bisa kita ganggu gugat. Tapi ada beberapa informasi yang akan kami sampaikan kepada masyarakat terkait eksekusi lahan yang ada di Desa Amborgang," tutur Bupati Toba Effendi Napitupulu.
"Yang pasti, kita akan berbincang langsung nanti dengan masyarakat. Apalagi saat ini, kita sedang berkantor di Desa Amborgang. Apa yang sudah kita putuskan dengan Forkopimda akan kita sampaikan saat ini," pungkasnya.
[Redaktur: Hadi Kurniawan]