Dalam perjalanan waktu, diduga kepala desa menghubungi pihak BPN Toba agar menangguhkan proses sertifikasi yang sudah berjalan karena adanya sanggahan dari pihak lain.
Marbin Pangaribuan bersama istrinya harus datang ke Toba untuk mengikuti mediasi sebanyak dua kali. Mediasi pertama, pihak penyanggah tak mampu memperlihatkan alas gak kepemilikan tanah tersebut.
Baca Juga:
Sofian Sitorus Korban Yang Diduga Diculik, Melaporkan Kejadian Tersebut ke Polres Toba
"Permasalahan tanah ini berawal dari adanya surat sanggahan soal kepemilikan kami atas tanah itu. Kita dugai bahwa kepala desa ikut berperan didalamnya sehingga proses di BPN terhambat," ujar Marbin Pangaribuan.
Ia tetap mengikuti mediasi kedua. Pada mediasi tersebut, kepala desa tidak bisa hadir padahal sudah dijadwalkan sebelumnya. Akhirnya, sekretaris desa yang memimpin pertemuan dan menandatangani hasil mediasi.
"Kita ikuti dua kali mediasi, namun belum ada hasil. Pada mediasi kedua, kepala desa pun tak hadir. Setibanya saya di Toba, dia pun tak ada di tempat sehingga sekretaris yang kami jumpai," ujarnya.
Baca Juga:
Penculikan Penjabat Teras Pemkab Toba Dibarengi Penganiayaan dan Pengancaman
"Bahkan, yang menandatangani hasil mediasi tersebut ditandatangani oleh sekretaris desa, seharusnya kepala desa," sambungnya.
Marbin Pangaribuan sudah memperlihatkan bukti surat pembelian tanah tersebut kepada pihak penyanggah. Tanah tersebut ia beli pada tahun 1952 yang dibuktikan dengan adanya surat pembelian. Luas lahan tersebut sekitar 1,5 hektar.
"Jual beli tanah ini berlangsung pada tahun 1952. Luasan tanah 1,5 hektar," sambungnya.