Anggota dewan itu terdiam. Seorang anggota dewan lain nyeletuk sambil tersenyum, “Pak Manihuruk dilawan….”
Kisah ini diceritakan seorang teman wartawan, orang Batak, yang meliput dengar pendapat itu. Tapi itulah salah satu gambaran keistimewaan orang Batak. Pegawai negeri orang Batak itu ada dimana-mana. Itulah hasil orang-orang tua yang berjuang menyekolahkan anaknya itu.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dilantik Ketua Umum PTSBS Periode 2024-2029: Ini Daftar Lengkap Pengurusnya
Akhir tahun 60-an sampai awal 70-an, standar pendidikan putra-putri Tano Batak itu sudah SLTA: SMA, STM, SMEA, SPG, SPK.
Di banyak daerah masih banyak orang tak lulus SD, bahkan buta huruf. Mereka-mereka ini pergi ke berbagai daerah di Indonesia, pergi sendiri atau ikut saudara, dan melamar jadi PNS dari sana. Pada masuk, karena sedikit saingan.
Orang Batak bukan etnis besar, tapi karena begitu tersebar, mereka terlihat sebagai suku yang "a truly special".
Baca Juga:
Arnod Sihite Resmi Pimpin Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia, Fokus Lestarikan Budaya Batak pada Generasi Muda
Pergilah ke segala perguruan tinggi, pergilah ke segala kantor, dari di Sumatera, di Jawa, di Kalimantan, hingga pedalaman Papua. Di sana akan menemukan orang-orang bermarga. Jadi guru, jadi polisi, tentara, dokter, paramedis, pegawai pemda. Itu diluar yang kerja di perusahaan-perusahaan swasta, atau buka usaha.
Itu yang jalur sekolah. Seperti kita tahu, orang Batak juga "panombang" ulung. Di setiap daerah bukaan baru, pasti banyak orang Batak.
Wilayah Riau kini sudah mirip tano Batak kedua. Dimana-mana kebun sawit orang Batak. Dari yang kecil hingga besar banget. Banyak yang jadi miliuner. Begitu pula di Jambi, dan daerah lain. Dari tempat panombangan inilah mereka menyekolahkan anak.