Apalagi pertanggungjawaban dana hibah dalam APBD itu kerap tidak jelas. ”Harus dicegah menyeluruh.
Tokoh Masyarakat ini (Tuan Pongat Simanjuntak) mengatakan, praktik jual-beli suara rakyat melalui tokoh dalam pilkada, bahkan pemilihan umum, merupakan fenomena perubahan dari era otoriter menjadi populer.
Baca Juga:
Poltak Sitorus Calon Bupati Toba Dinilai Pembohongan Publik, BPS Toba Bantah Jumlah Wisatawan 2,08 Juta Wisatawan
Yang mengkhawatirkan, praktik itu dahsyat terjadi. Pemenangan pilkada, tutur Pongat, kerap semata-mata karena kekuatan uang, bukan program.
Implikasinya, tekanan tidak hanya menguat pada penggunaan dana publik, seperti dana hibah atau bantuan sosial, tetapi juga efek jangka panjang pada sumber keuangan daerah lainnya.
Apalagi pada saat bersamaan struktur politik tidak bekerja optimal. Ujungnya, kompromi dengan para penyandang dana melalui kontrak bisnis, pemberian izin lokasi dan dana hibah, hingga lahirnya program mercusuar dan bantuan sosial yang menyerap habis keuangan daerah demi popularitas petahana.
Baca Juga:
Dearman Damanik Sebagai Nara Sumber di Suatu Kegiatan Tidaklah Mudah
Jadi salah satu solusi mereduksi praktik politik uang dan transaksi politik dalam pilkada adalah memperketat dana kampanye, memperkuat pendidikan politik, serta menegakkan pidana pemilu, ujar Tuan Pongat.
[Editor: Eben Ezer S]